Makalah Ajaran Tentang Dosa
MAKALAH
TENTANG AJARAN DOSA
Mata
Kuliah : Pendidikan Agama
Dosen
Pembimbing : Jeky Latupeirissa
Di Susun Oleh :
Nama :
Wirayudha Ponggalo
NIM :
1823735293
Jurusan :
Teknik Elektro
Prodi :
TKJ
Kelas :
1. E. Sore
Politeknik
Negeri Kupang
Tahun
2018
Kata Pengantar
Dengan
mengucapkan Puji syukur kepada Tuhan
Yesus Kristus, karena Berkat-Nya, saya bisa menyusun dan menyajikan makalah
yang berisi “Ajaran Tentang Dosa”
sebagai salah satu tugas kuliah Pendidikan Agama.
Tak
lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan dorongan dan motivasi.
Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta
saran yang membangun guna menyempurnakan makalah ini dan dapat menjadi acuan
dalam menyusun makalah-makalah atau tugas-tugas selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca
pada umumnya dan penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam
pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu penulis menerima
saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Penulis,
Penulis,
Wirayudha
Ponggalo
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar............................................................................................. i
Daftar Isi.................................................................................................. ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.LatarBelakang..................................................................................... iii B.Rumusan
Masalah............................................................................. iii
C.Tujuan
Penulisan .............................................................................. iv
BABII
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Prosesor..........................................................................
..1
B.
Fungsi Prosesor………………………………….…………........…..4
C. Sejarah
Perkembangan
Prosesor..........................................................4
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................
.16
B.
Saran..................................................................................................... 16
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................... 17
BAB
I Pendahuluan
A. Latar
Belakang
Siapakah yang mengerti dosa? Dosa
yang sudah menguasai seluruh dunia. Bagaimana manusia yang dikuasai dapat
mengerti kuasa yang membelenggu mereka? Manusia yang jatuh tidak mengetahui
betapa tidak berdayanya mereka di bawah kuasa dosa.
Melalui penerangan Kitab Suci,
umat Kristen percaya bahwa semua manusia telah berdosa. Akan tetapi seringkali
kita mengungkapkan pernyataan ini begitu saja tanpa merenungkan arti yang
sebenarnya. Kita meremehkan dosa dan kuasanya yang menakutkan. Banyak orang
Kristen sekarang yang bahkan tidak dapat membedakan dosa dari buah dosa,
walaupun perbedaan ini sangat penting.
Kurangnya pengertian ini telah
mengakibatkan banyak kesalahan aplikasi, baik dalam kehidupan pribadi maupun
masyarakat. Bahkan seringkali sekalipun orang-orang Kristen memiliki pengertian
dosa yang benar secara “teori”, saat menerapkannya mereka menjadi tidak
konsisten dan kadang-kadang berlawanan arah, seakan-akan mereka tiba-tiba
mempunyai presaposisi yang berbeda ketika berurusan dengan “praktek”. Ternyata
memang mudah memisahkan pengetahuan dari aplikasi. Hmm… kontradiksi ini pun
merupakan salah satu akibat dosa. Maka sangatlah perlu direnungkan bagaimana pengertian
akan doktrin dosa yang benar dapat diterapkan secara konsisten di dalam hidup
kita sehari-hari dan pandangan kita terhadap kebudayaan, sistem, dan semua
aspek penting dalam kehidupan manusia.
Kita sering berdoa agar Tuhan
mengampuni dosa kita dan kita memanggil orang-orang untuk percaya kepada Yesus
Kristus dan bertobat dari dosa mereka. Tetapi di dalam rutinitas hidup, kita
sepertinya tidak percaya bahwa kita adalah orang berdosa. Kita mengakui bahwa
semua manusia sudah berdosa dan tidak ada yang benar, tidak ada yang baik, akan
tetapi kita masih menganggap anak kesayangan kita adalah seorang malaikat
yanginnocent. Kita berkhotbah bahwa upah dosa adalah maut, akan tetapi kita
tidak dapat menerima kenyataan ketika seseorang yang kita kasihi, yang juga
manusia berdosa, meninggal dunia. Kita mengatakan bahwa tanah telah terkutuk
karena dosa, dan kita harus berjerih payah seumur hidup untuk mencari nafkah
dan tanah akan menghasilkan semak duri, akan tetapi kita masih bingung kok
hidup ini susah sekali dan masih mengharapkan segala sesuatu berjalan lancar
sesuai kemauan kita. Kita percaya ini adalah dunia yang sudah jatuh tetapi kita
masih berasumsi dunia ini adalah sorga. Apakah kita benar-benar percaya kita
adalah manusia berdosa dan dunia ini sudah jatuh? Seringkali pengharapan kita
dan perlakuan kita terhadap kehidupan di dunia ini bertolak belakang dengan
pengakuan iman kita.
Tidak banyak orang Kristen yang
hidup konsisten sesuai dengan pengertian yang benar akan dosa dan dengan
kesadaran akan kenyataannya. Bahkan yang mengerti pun cenderung hanya membatasi
pengertian dan aplikasi kepada kehidupan pribadi dan lingkungan mereka.
Sebenarnya yang lebih serius adalah cengkeraman dosa atas sistem dan kebudayaan
masyarakat. Dosa perorangan memang serius, akan tetapi yang lebih menakutkan
adalah ketika dosa menguasai sedemikian rupa ke dalam sistem dan kebudayaan
sehingga orang-orang seakan-akan tidak dapat mencari nafkah jika mereka tidak
ikut melakukan dosa. Dalam keadaan yang seperti ini, hal-hal yang salah “terpaksa”
dilakukan. Lambat laun, orang-orang menjadi ahli dan terbiasa melakukan hal-hal
yang salah. Mereka tidak lagi merasa bersalah karena mereka sepertinya tidak
ada pilihan lain dalam sistem yang demikian.
Misalnya, kelemahan sistem di
Indonesia sudah melahirkan sebuah kebudayaan yang malas dan menerima penyuapan.
Ada terlalu banyak contoh bagaimana hukum dapat dimanipulasi dengan mudah di
Indonesia, dari masalah-masalah kecil sampai masalah-masalah besar. Dengan
kondisi sistem dan budaya sudah seperti ini, sangat sulit dan kadang-kadang
hampir tidak mungkin bagi seseorang untuk menjalankan pekerjaannya kalau ingin
menaati hukum yang tertulis. Kebudayaan yang seperti ini menyebabkan masyarakat
kehilangan harapan dan hormat terhadap hukum.
B.
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini di
antaranya sebagai berikut :
1. Pembaca
Dapat Mengetahui Asal Mula Dosa
2. Pembaca
Dapat Mengetahui Dosa menurut dalam Alkitab
3. Pembaca
Dapat Mengetahui Hukum Allah dalam dal Dosa
4. Pembaca
Dapat Mengetahui Dosa menurut Agama lain
5. Pembaca
Dapat Mengetahui Akibat/Pengaruh Dosa
6. Kesimpulan
BAB II Asal Mula Dosa
Betapa suramnya keadaan manusia
setelah manusia itu tergoda makan buah pengetahuan yang baik dan yang jahat.
Hanya Adam yang tergoda makan buah beracun sehingga berdosa, kemudian oleh satu
orang itu semua manusia menjadi berdosa karena diperanakkan. Selanjutnya
penderitaan dan hukuman Allah melanda seluruh dunia. Tampaknya tidak adil ya,
kenapa karena satu orang makan buah beracun, seluruh manusia jatuh ke dalam
dosa? Dari manakah asal mula dosa?
§ Roma 5:12 Sebab
itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh
dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang,
karena semua orang telah berbuat dosa.
Apakah dosa berasal dari Adam? Apakah dosa berasal dari buah
beracun yang dimakan oleh Adam? Tetapi Alkitab berkata bahwa Adam dan buah
beracun itu bukanlah asal mula dosa:
I Yohanes 3:8a barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis,
sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya.
Iblis adalah ciptaan Allah, ia diciptakan sebelum manusia
ada. Awalnya dia adalah malaikat yang mulia. Tetapi atas kehendaknya
sendiri pada masa yang lampau, sebelum manusia diciptakan, iblis
memberontak kepada Allah. Jadi dosa berasal dari iblis, bukan Adam, karena
iblislah yang pertama kali berbuat dosa dengan kehendaknya sendiri.
[Kenapa iblis berani memberontak kepada Allah? Apakah iblis
tidak tahu bahwa dia tidak mungkin bisa menang bila melawan Allah? Adilkah
Allah menciptakan makhluk yang tidak sempurna sehingga memberontak kepada Dia,
lalu makhluk itu dihukum selamanya tanpa ada kesempatan bertobat? Tetapi karena
adil pasti lah Allah telah membuat aturan apa yang boleh dan apa yang tidak
boleh dilakukan malaikat di Sorga.]
Kita bisa berkata bahwa Adam "hanyalah" korban
tipuan iblis, itu sebabnya masih ada jalan keluar. Allah adil menciptakan
manusia yang tidak sempurna, lalu berdosa, karena Allah memberikan jalan
keluar:
§ Roma 3:25 Kristus
Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam
darah-Nya. Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah
membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya.
Oleh karena iblis yang pertama kali berbuat dosa, dengan
kata lain iblis adalah asal mula dosa, maka dapat disimpulkan:
Malaikat-malaikat lain yang jatuh berdosa karena
digoda/dihasut oleh iblis
Ular yang menggoda manusia sehingga berdosa di Taman Eden
adalah iblis
Malaikat dan manusia diperlakukan berbeda oleh Allah.
Manusia berdosa masih diberikan kesempatan bertobat oleh karena belas kasihan
Allah, sedangkan malaikat yang jatuh sama sekali tidak mempunyai kesempatan
bertobat karena tidak dikasihani Allah.
§ Ibrani 2:16 Sebab
sesungguhnya, bukan malaikat-malaikat yang Ia kasihani, tetapi keturunan
Abraham yang Ia kasihani.
Kenapa malaikat tidak dikasihani sedangkan manusia
dikasihani? Kita harus percaya bahwa Allah adil membuat ketetapan demikian.
Malaikat diciptakan lebih tinggi dan sempurna dari manusia. Itu sebabnya
malaikat tidak diampuni sedangkan manusia bisa diampuni. Sesungguhnya manusia
juga tidak selamanya bisa bertobat dan dikasihani karena ada waktunya dimana
manusia tidak bisa terampuni yaitu manusia yang telah diberikan kebenaran lalu
murtad lagi tidak terampuni karena tidak bisa lagi dibaharui sehingga bertobat.
(Ibrani 6:4-6)
Iblis sangat kuat dan hebat, bahkan setelah dia berdosa
sehingga Mikhael segan kepada nya (Yudas 1:9). Demikian juga dengan
malaikat-malaikat yang jatuh adalah makhluk yang lebih hebat dari manusia. Itu
sebabnya iblis dan malaikat tidak dikasihani waktu mereka berdosa.
Sebaliknya manusia adalah mahluk yang lemah, mahluk yang
tidak patut menyombongkan diri atas apa yang dia miliki apapun itu. Karena
diciptakan sangat lemah, sesungguhnya manusia digariskan/ ditetapkan untuk
mengandalkan Tuhan. Itu sebabnya Alkitab berkata celakalah dan
terkutuklah manusia yang sombong, yang mengandalkan kekuatannya sendiri
dan kekuatan manusia.
§ Yesaya 31:1.
Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan
kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan
berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang
Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN.
§ Yeremia 17:5.
Beginilah firman TUHAN: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang
mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!
Percuma merasa kuat dan hebat, entah karena kekayaan,
kepintaran dan jabatannya, kita adalah orang yang buta dan tidak mengenal
dirinya sendiri. Karena kelemahannya, manusia sebenarnya digariskan untuk
mengenal dan mengandalkan Tuhan.
§ Yeremia 9
9:23. Beginilah firman TUHAN: "Janganlah orang bijaksana bermegah karena
kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah
orang kaya bermegah karena kekayaannya,
9:24 tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut:
bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih
setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai,
demikianlah firman TUHAN."
Bila kita mengenal diri kita sendiri, maka tidak bisa tidak
kita seharusnya seperti Paulus yang berkata:
§ 2 Korintus 12:10 Karena
itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam
kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika
aku lemah, maka aku kuat.
Selanjutnya, bila kita adalah orang yang sudah percaya dan
mengetahui kebenaran maka kita setara dengan malaikat, yaitu dalam hal tidak
akan diampuni bila memberontak (murtad) dari Allah yang hidup.
§ Ibrani 3:12
Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang
yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang
hidup.
§ Ibrani 6:6 namun
yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka
bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan
menghina-Nya di muka umum.
Allah mengasihani manusia yang
berdosa, tetapi tidak mengasihani malaikat yang jatuh. Sekali lagi Allah
mengasihani manusia yang berdosa, tetapi tidak mengasihani manusia yang telah
mengetahui kebenaran tetapi yang murtad kembali. Oleh karena itu waspadalah!
BAB III Dosa Menurut
Alkitab
A.
Istilah
Dosa
Istilah
"dosa" muncul sangat banyak di dalam Alkitab, baik di
dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.
Ø Dalam Perjanjian Lama
1.
Hatta
Kalau
kita melihat istilah yang dipakai dalam bahasa Ibrani adalah
"hatta". Istilah ini berarti jatuh dan mengurangi standard dari
Tuhan yang suci (falling short of the standard of God). Jadi Allah telah
menetapkan suatu standard. Pada waktu kita lepas, kita turun dari standard
yang ditetapkan oleh Allah, itu disebut "hatta" (dosa), sehingga
sebaiknya kita mengerti istilah dosa, bukan dengan cara dunia dalam
pengertian hukum. Waktu berbicara tentang hukum berarti secara tidak sadar
mereka sudah menyetujui bahwa fakta dosa sudah ada di dalam dunia.
Perkembangan yang terakhir, baik di Sorbone University di
Paris, sebagai sekolah yang terbesar dan terkenal di dunia Latin, maupun di
beberapa sekolah yang tertinggi di Amerika seperti Harvard dan Yale University,
menunjukkan bahwa mereka berusaha untuk mencairkan atau berusaha untuk
mengurangi konsep-konsep tentang keseriusan dosa. Meskipun demikian mereka
tidak mungkin menolak bahwa fakta dosa itu memang ada di dalam dunia.
Berdasarkan pengertian akan fakta dosa secara serius, maka agama mempunyai
tempat dan akar yang cukup kuat dan tidak mungkin dapat dicabut oleh kebudayaan
manapun.
Dosa
merupakan suatu fakta dan dalam pengertian hukum dunia adalah pelanggaran
terhadap sesuatu yang sudah secara perjanjian bersama (konsensus) ditetapkan
oleh ahli-ahli hukum agar menjadi patokan untuk mengatur hidup sosial dan etika
dalam masyarakat. Jikalau ahli-ahli hukum sudah menyetujui secara
konsensus lalu mencantumkan di dalam hukum suatu negara, maka apa yang
dicantumkan itu menjadi standard negara itu. Barangsiapa berbuat sesuatu yang
melanggar konsensus yang dicatat dalam hukum itu, disebut dosa. Di sini saya
melihat kelemahan dari semua negara, semua hukum dari dunia ini ialah mereka
hanya sanggup melihat dosa dari aspek yang paling rendah yaitu kelakuan yang
salah.
Sekali
lagi, meskipun dalam hukum ditentukan perbedaan hukuman atas kesalahan
berencana atau yang tidak berencana, tetapi tidak ada suatu hukum yang bisa
langsung menghukum orang yang mempunyai niat atau rencana di dalam hati namun
belum melakukan sesuatu di luar. Maksudnya, jikalau seseorang mempunyai hati
yang ingin mencuri, tidak ada hukum di dunia yang boleh langsung memenjarakan
dia, kecuali dia sudah melaksanakannya.Dengan demikian di seluruh dunia,
pengertian hukum dan keadilan hanyalah dapat mengerti dosa di dalam hal yang
superficial (yang tampak di permukaan). Dunia hanya mengerti dan menetapkan
dosa berdasarkan sesuatu perbuatan yang dianggap melanggar suatu konsensus
tentang hukum.
Tetapi
Alkitab tidak demikian. Alkitab berkata dengan jelas, "yang membenci
seseorang, sudah membunuh" (Matius 5:21-22). Di sini etika Kristen adalah etika yang
melampaui perbuatan yang nyata di dunia. Etika Kristen merupakan etika yang
langsungditujukan kepada motivasi seseorang secara terbuka di hadapan Tuhan.
Allah sedemikian marah seperti api yang menyala-nyala. Allah yang menembus hati
sanubari manusia dan tidak melihat perbuatan di luar, tetapi Dia melihat
motivasi Saudara di dalam.
Dosa
dan keadilan Allah, kebenaran Allah menuntut kepada keseluruhan hidup kita,
mulai dari motivasi di dalam, segala rencana di dalam, pikiran di dalam,
mentalitas di dalam, sikap yang setengah di dalam setengah di luar, sampai
perbuatan yang seluruhnya di luar. Semua ini dituntut oleh Tuhan. Menjadi
seorang manusia berarti menjadi orang yang dicipta menurut peta dan teladan
Allah dan dicipta supaya dia berdiri dan bertanggung jawab secara pribadi
kepada Tuhan Allah.
(To be a man as created under the image and the likeness of
God is to exist with oneself alone before God). Tidak ada yang lain yang bisa
menghalangi. Saya di hadapan Allah harus mempertanggungjawabkan segala motivasi
saya, semua bibit pikiran saya, semua sikap mentalitas saya, semua sikap dan
sifat pribadi saya, semua perkataan saya. Ketotalan ini, totalitas dan tanggung
jawab ini, menjadikan kekristenan seperti apa yang dikatakan Kierkegaard bahwa
menjadi orang Kristen terlalu sulit, karena Allah bukan menuntut hal-hal yang
tampak di luar. Hukum-hukum di dunia terlalu rendah. Mereka hanya bisa
menunjukkan Saudara berdosa setelah mereka menemukan dan membuktikan bahwa
Saudara sudah berbuat, mengaku, atau sudah mengekspresikan apa yang Saudara
inginkan di dalam perbuatan yang merugikan orang lain. Tetapi kekristenan dan
iman Kristen bukan
demikian. Ia telah menuntut keseluruhan Saudara sampai ke
dalam hati sanubarimu yang sedalam-dalamnya, sampai ke dalam motivasi Saudara
di hadapan Tuhan dimana orang tidak melihat Tuhannya. Menjadi orang Kristen
memang tidak mudah.
Di
dalam dunia abad 20 terlalu banyak gereja yang ingin mendapatkan anggota
sebanyak mungkin, maka mereka menurunkan derajat mutu kekristenan menjadi
kekristenan yang mudah diterima, mudah dilaksanakan, namun itu bukanlah
kekristenan yang sejati. Turun lebih rendah daripada standard yang telah
ditetapkan oleh Tuhan, itulah dosa.
Alkitab
memakai istilah ini 580 kali di dalam PL. Istilah "hatta" merupakan
suatu istilah yang begitu menyedihkan Tuhan. Orang Kristen menunjukkan suatu
hal yang tidak ada pada agama lain, yaitu Allah telah menetapkan suatu standard
bagi Saudara, sehingga Saudara tidak bisa hidup sembarangan. Di dalam
agama-agama yang lain, mereka mempunyai standard mereka sendiri. Mereka
mempunyai tujuan mereka sendiri dan tujuan yang mereka harapkan itu berdasarkan
diri mereka yang sudah jatuh ke dalam dosa, yang tidak mereka sadari. Mereka
ingin mencapai suatu hidup yang tinggi yang suci. Namun bagaimanapun tingginya
tujuan itu hanyalah merupakan hasil dari otak yang sudah jatuh di dalam dosa.
Sedangkan waktu Allah mengatakan "hatta", berarti Saudara sudah lebih
rendah daripada standard yang sudah ditetapkan oleh Allah sendiri. Itu artinya
dosa.
Dosa
jangan hanya dimengerti sebagai mencuri, berzinah, berjudi, main pelacur, atau
mabuk-mabuk, itu memang tidak benar. Itu dosa, Tetapi hal itu merupakan hal
yang superfisial, yang ditujukan di luar. Tuntutan Alkitab jauh lebih dalam dan
lebih lengkap, secara totalitas daripada itu. Suatu standard telah ditetapkan
Allah bagi manusia sebagai syarat atau kriteria tingkah laku dan moralitas
manusia. Itu yang disebut kebenaran dan keadilan Allah.
2. Avon
Istilah
kedua di dalam bahasa Ibrani adalah "avon". Ini berarti sesuatu
"guilty" (kesalahan) atau suatu hal yang mengakibatkan kita merasa
patut dihukum. Istilah ini sulit diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Suatu perasaan di dalam diri kita yang menganggap diri cacat atau perasaan di
dalam jiwa yang merasa diri kurang benar, sehingga kita selalu merasa mau
menegur diri. Hal ini bersangkutpaut dengan fungsi hati nurani yang diberikan
hanya kepada manusia saja. Tidak ada binatang yang mempunyai 'guilty feeling',
tidak ada binatang yang bisa menegur diri karena merasakan sesuatu hal yang
tidak benar yang sudah diperbuatnya. Tetapi manusia tidak demikian. Setelah
Saudara berbuat kurang sopan terhadap seseorang, Saudara akan pikir lagi,
"Wah, mengapa tadi saya berbuat begitu ya? Seharusnya saya tidak begini,
tapi mengapa begini dan toh sudah begini lalu bagaimana atau terus
begini?" Saudara mempunyai perasaan berhutang atau perasaan bahwa Saudara
patut dihukum. Perasaan sedemikian berdasarkan suatu pikiran dari apa yang
sudah Saudara kerjakan, lalu hal itu dikaitkan dengan diri Saudara sebagai
status dalam keadaan patut dihukum, itu disebut "guilty",
"avon".
3. Pesha
Alkitab
memakai istilah ketiga dalam bahasa Ibrani, yaitu "pesha".
"Pesha" berarti semacam pelanggaran. Pelanggaran berarti ada suatu
batas yang sudah ditetapkan, tetapi Saudara melewatinya atau sudah ada suatu
standard namun bukan saja tidak bisa mencapai tetapi juga Saudara mau melawan
atau melanggar. Maka pengertian ini bersangkut paut dengan suatu pengetahuan
yang jelas, ditambah dengan kemauan yang tidak mau taat. Saya tahu apa itu
baik, tapi saya sengaja melawan. Saya tahu batas sudah di situ, tetapi saya
sengaja mau melewatinya. Tahu batas dan tahu tidak baik, tapi sengaja melewati,
itu disebut "pesha".
Ø Dalam Perjanjian Baru
Dalam
Alkitab PB ada 2 istilah dalam bahasa Yunani yang penting sekali.
1.
Adikia
Adikia
berarti perbuatan yang tidak benar. Hal ini merupakan perbuatan lahiriah atau
dari luar, yang dinilai merupakan sesuatu perbuatan yang tidak benar sama
seperti yang dikatakan oleh hukum- hukum dunia tentang orang bersalah. Di
pengadilan ketika semua pemeriksaan sudah selesai, maka hakim akan memvonis,
bahwa Saudara bersalah. Itulah "adikia", berarti Saudara sudah
berbuat salah.
Tetapi
Perjanjian Baru sama dengan Perjanjian Lama, sama-sama wahyu yang diberikan
oleh Allah yang suci, satu sumber, satu Roh Kudus, satu Allah yang memberikan
wahyu baik kepada Perjanjian Lama dengan media bahasa Ibrani maupun kepada
orang-orang di Perjanjian Baru dengan media bahasa Yunani. Sumbernya satu,
Allah yang satu, standard yang satu.
2.
Hamartia
Istilah
kedua dalam Perjanjian Baru adalah "hamartia" yang artinya adalah
kehilangan, meleset dari target atau sasaran yang ditetapkan. Jika saya
melepaskan satu anak panah menuju pada satu sasaran yang sudah jelas, yaitu
lingkaran tertentu yang harus dicapai, tetapi anak panah itu jatuh satu meter
sebelum sasaran itu, maka itu disebut "hamartia". Sekali lagi saya
berusaha untuk melepaskan panah, tetapi kini bukan tidak sampai, tapi terus
lewat jauh dari target yang ditetapkan, itupun disebut "hamartia".
Atau ketiga kalinya saya melepaskan panah, panah itu terbang menuju sasaran,
namun menancap 2 cm dari sasaran, berhenti di pinggir target itu, itu tetap
artinya "hamartia".
Jadi disini tidak peduli kurang berapa meter, lebih berapa
cm atau meleset hanya beberapa mm, itu semua dianggap sama. Hanya mereka yang
betul-betul kena dengan sasaran asli, itu yang dianggap benar. Yang lain semua
dianggap "hamartia".
Dari
kelima istilah, tiga dalam bahasa Ibrani, di PL dan dua dalam bahasa Yunani,
kita melihat suatu gambaran yang jelas, manusia dicipta bukan untuk
kebebasan yang tanpa arah, tetapi manusia dicipta dengan standard yang
sudah ditetapkan!
Tugas
seumur hidup yang paling penting bagi Saudara ialah menemukan target yang Tuhan
tetapkan bagi Saudara demi kemuliaan Allah. Kalau kita sudah tepat pada target
yang Tuhan tetapkan bagi kita, barulah kita menjadi satu manusia yang tidak ada
pelanggaran atau tidak ada keadaan jatuh dari standard asli, baru kita disebut
orang benar, orang yang sesuai dengan kehendak Allah. Saya harap melalui
pembinaan seperti ini, kita mengoreksi konsep-konsep yang tidak benar.
Jika
Saudara mengikuti kebaktian puluhan ribu kali atau ratusan kali di gereja
setiap minggu, tetapi teologi Saudara tidak dibereskan, kalau iman Saudara
tidak dibereskan oleh firman Alkitab sendiri, Saudara menjadi orang Kristen
yang terus terjerumus di dalam konsep- konsep yang salah, maka segiat apapun
tidak ada gunanya karena Saudara belum pernah menemukan target itu apa, belum
pernah menemukan definisi yang benar itu apa.Pengertian-pengertian yang
mengoreksi membuat kita mendapatkan suatu integrasi yang betul-betul lengkap
dan mengerti Firman Tuhan dengan baik lalu membuat pelayanan kita menjadi baik.
Dari
"hatta", "avon", "pesha", "adikia",
"hamartia" ini, arti istilah dosa dalam seluruh Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru begitu jelas bahwa kalau standard yang ditetapkan oleh Tuhan
kita lepas atau kita kurangi atau belum kita capai disebut oleh Tuhan sebagai
dosa.
BAB IV Dosa Menurut
Agama Lain
A.
Dosa
menurut Agama Katolik
Kata “Dosa” sudah muncul sejak
Kitab Suci Perjanjian Lama, tidak tanggung-tanggung, sebanyak 490 ayat dan
sebanyak 230 ayat dalam Kitab Suci Perjanjian Baru. Dalam sejarah manusia, dosa
itu hadir. Orang akan berusaha dengan sia-sia untuk tidak melihatnya atau untuk
memberikan nama lain kepada kenyataan gelap ini. Supaya mengerti, apa
sebenarnya dosa itu, orang lebih dahulu harus memperhatikan hubungan mendalam
antara manusia dan Allah. Kalau orang tidak memerhatikan hubungan ini,
kejahatan dosa tidak akan dibuka kedoknya dalam arti yang sebenarnya – sebagai
penolakan Allah, sebagai pemberontakan terhadapNya – walaupun ia tetap
membebani kehidupan dan sejarah manusia.
Hanya dalam terang wahyu Ilahi orang melihat apa itu dosa,
terutama dosa asal. Wahyu ini memberi kepada kita pengetahuan mengenai Allah,
dan tanpa itu orang tidak akan melihat dosa dengan jelas dan akan digoda untuk
menjelaskan dosa sebagai satu gangguan dalam pertumbuhan, satu kelemahan jiwa,
satu kesalahan atau sebagai akibat otomatis dari satu struktur masyarakat yang
salah. Hanya kalau mengetahui, untuk mana Allah telah menentukan manusia, orang
dapat mengerti bahwa dosa adalah penyalahgunaan kebebasan, yang Allah berikan
kepada makhluk yang berakal budi, supaya mereka dapat mencintaiNya dan
mencintai satu sama lain.
Dalam sakramen tobat umat beriman mengakukan dosa-dosanya kepada
pelayan legitim, menyesali dan berniat untuk memperbaiki diri, lewat absolusi
yang diberikan oleh pelayan itu, memperoleh ampun dari Allah atas dosa-dosa
yang telah dilakukan sesudah Baptis, dan sekaligus diperdamaikan kembali dengan
Gereja yang mereka lukai dengan dosa.
B.
Dosa menurut Agama Islam
Dosa dalam Islam memiliki varian nama yang berbeda-beda dengan
berbagai makna yang berbeda pula, serta berbagai akibat dari perbuatan yang
berbeda. Dosa (dalam arti umum) tidak sesederhana pengertian dosa itu sendiri,
ia dianggap dosa (dengan nama-nama tertentu) setelah melakukan suatu perbuatan
dengan hukum tertentu yang melekat, demikian juga dengan ampunan dalam dosa
tersebut. Maka dalam Islam ada beberapa nama untuk menyebutkan kata dosa,
yaitu; al-Itsm,
adz-Dzanb, al-Khathiah, asy-Syar, al-Hints, adz-Dzanb, as-Sayyiah,
al-Ma’shiyah, al- Jurm, al-haram, al-Fisq, al-fasad, al-Fujur, al-Munkar,
al-Fahisyah, al-Khabt, al-Lamama, al- Wizr wats-tsiqal.
Nama-nama tersebut memiliki arti yang berbeda, hukum yang
berbeda dan cara pengampunan yang berbeda. Dengan nama-nama yang berbeda,
menunjukkan banyaknya perilaku manusia yang bemacam-macam dengan perbuatan yang
dilanggarnya.
·
Dosa (istm) menurut
bahasa adalah melakukan tindakan yang tidak dihalalkan.
·
Dzamb sesuatu yang
mengikuti, segala perbuatan yang menyalahi aturan Allah dan RasulNya akan
mendapatkan balasan di dunia dan Akhirat,
·
Khatiah, bermakna
kesalahan, yaitu sesuatu perbuatan yang menyalahi perintah Allah dan Rasulnya,
dan terkadang bermakna dosa besar.
·
Fisq, artinya
keluarnya biji kurma dari kulitnya, orang yang melampaui batas hukum-hukum
Allah (Mu’jam Maani),
·
Ishyan, keluar dari
ketaatan, menyalahi perintahnya
Dalam al-Qur’an terma untuk kata dosa juga banyak
digunakan seperti khati’ah, zanbun, Ismun, Fisq, Isyan, ‘Utwun dan fasad dan Kata-kata
ini digunakan oleh al-Qur’an untuk menyatakan suatu sikap dan perbuatan manusia
yang bersifat pelanggaran terhadap moral dan hukum Tuhan. Walaupun al-Qur’an
menyebutkan kata-kata itu dengan terma yang berbeda-beda,
namun perbedaan yang prinsipil tidak ada, secara umum
artinya hampir sama.
Secara istilah dalam bebarapa kitab, para ulama berada
pada satu pemahaman, bahwa dosa adalah
perbuatan yang melanggar perintah Allah dan RasulNya, yang telah ditetapkan
sebelumnya untuk dita’ati, dan pelakunya diberikan sangsi (uqubat) baik di
dunia dan di akhirat. Atau meninggalkan perbuatan yang sudah ditetapkan
hukumnya oleh Allah dan RasulNya.
Dosa dalam berbagai variannya adalah perbuatan yang
dibenci oleh Allah, pelakukan akan mendapatkan sangsi baik di dunia dan
diakhirat, karena ia bentuk dari pembangkangan terhadap perintah Sang Pencipta,
yang telah menjadikannya berada di dunia untuk menta’ati perintahNya dan
menjahui segala laranganNya.
Dalam bentuk apa pun dosa itu, tetap sebuah pelanggaran,
baik dosa; kecil, sedang, dan besar, dan setiap pelanggaran ada sangsinya.
Sangsinya Allah yang menetapkan, walau pada akhirnya hanya Allah dengan segala
rahasianya yang memberikan keputusan terakhir; diampuni atau disiksa. Ada dosa
yang diampuni dan ada dosa yang tidak diampuni, ini juga hak Allah, tetapi
Allah dalam banyak Ayat al-Qur’an menegaskan; bahwa Allah maha pengampun, bagi
orang yang memohon ampunan padaNya.
Apakah Islam
tidak tegas dalam pemberian ampunan, ketika semuanya harus dikembalikan kepada
Allah?.
Di sinilah keindahannya, bahwa yang ghaib (transenden)
hanya Allah yang tahu, dan hanya keimanan seseorang yang dapat menangkap
keghaiban itu, dan ujian keimanan seseorang jika ia percaya akan hal yang
ghaib.
C.
Dosa menurut Agama Hindu
Dosa dalam agama Hindu diartikan
sebagai karma buruk karena kebodohan, dimana kebodohan merupakan akar dari
kejahatan. Dosa menimbulkan penderitaan, dan dosa pula yang mengantarkan atma
ke dalam lingkaran kelahiran dan kematian. Dosa jugalah yang menyebabkan atma
mendapat kehidupan di neraka dan mendapat badan yang tidak sempurnabila
bereinkarnasi kembali.
Dosa
memiliki banyak definisi dan sebutan lain, seperti sin (dalam
bahasa Inggris), papam, patakam, kalmasam, duritam, agham,
duskram,vrjinam, dan lain-lain (dalam bahasa Sansekerta). Dosa atau
papa (dalam bahasa Jawa Kuno) berarti kebiasaan buruk, kejahatan, kesalahan,
hukuman atau siksaan. Sementara itu dalam Virataparwa dikatakan bahwa dosa itu
adalah kemalangan, kesukaran, keadaan yang tidak menyenangkan dan kesengsaraan.
Selanjutnya dapat dikatakan bahwa dosa merupakan kejahatan, keburukan, nakal
dan hal-hal yang tidak baik yang bertentangan dengan ajaran Tuhan Yang Maha
Esa, yang disebabkan oleh kebodohan. Dosa juga adalah hasil dari tindakan atau
karma yang dilakukan secara tidak selaras dengan hukuman semesta yang
mengakibatkan timbulnya duka cita dan penderitaan badan sebagai buahnya.
Pada prinsipnya, kitab suci Hindu
tidak ada yang menyebut mengenai dosa. Yang ada hanyalah hukum karma, yakni
hukum sebab-akibat. Kitab suci Weda mengartikan dosa dengan cara hati-hati dan
sangat mendalam. Ketika seseorang mencuri barang orang lain, orang itu tidak
dikatakan melakukan dosa, tetapi ia melakukan dosa seperti itu disebabkan oleh
ketidaktahuannya akan kebenaran bahwa mengambil barang milik orang lain adalah
perbuatan yang tidak baik dan diliputi kebodohan maya. Dia melakukan karma
buruk dan dia akan menerima hasilnya kelak. Swami Rakakrishna Paramahamsa
menentang keras dan selalu memandang rendah pendapat Barat yang mengatakan
bahwa manusia adalah para pendosa, sama seperti agama Hindu yang menentang
doktrin tentang dosa.
Dosa dalam agama Hindu lebih
condong memiliki makna sebagai karma buruk. Karena isitilah dosa sudah diterima
oleh semua agama dan lapis masyarakat, maka kata ‘dosa’ menjadi sangat popular
dan digunakan secara luas.Bhagavan Sathya Narayana juga tidak setuju bila
manusia disebut pendosa, sehingga Beliau menyarankan agar bait ke-4 dari Puja
Trisandya agar tidak diucapkan. Beliau mengatakan bahwa kita (manusia) adalah
sang atma yang suci, tidak terhina, yang merupakan percikan Brahman yang tidak
ternodai oleh dosa. Beliau menyarankan agar kita sebaiknya mengucapkan Gayatri
Mantra saja.
D.
Dosa
menurut Agama Budha
Agama Buddha
mengajarkan, bahwa penderitaan manusia di dalam dunia ini disebabkan oleh
keinginan (trsna) atau kehausan (tanha), sedang keinginan atau
kehausan itu pada akhirnya disebabkan oleh awidya atau
ketidak-tahuan. Yang dimaksud dengan ketidak-tahuan atau awidya ini
adalah semacam ketidak-tahuan yang kosmis, yang menjadikan manusia dikaburkan
pandangannya. Ketidak-tahuan ini utamanya adalah mengenai tabiat asasi alam
semesta ini, yang memiliki tiga ciri yang menyolok, yaitu bahwa alam semesta
adalah penuh dengan penderitaan (dukha), bahwa alam semesta adalah fana
(anitya) dan bahwa tiada jiwa di dalam dunia ini(anatman).
Demikianlah awidya menjadi sebab adanya dosa.
Menurut
ajaran budha manusia selalu hidup dalam penderitaan (dukha). Manusia
harus mengetahui dan memahami sumber dari dukha. Salah satu sumber dukha adalah
nafsu. Hawa nafsu ada karena adanya kontak dari anggota indera. Semua itu
berakar dari tiga akar kejahatan yaitu : lobha(ketamakan), moha (kegelapan)
dan dosa (kebencian).
Dalam kitab Tripitaka khususnya
pada Sutta Pitaka yang berisi khotbah-khotbah Buddha Gautama
dan murid-muridnya yang terkenal ditegaskan bahwa Budha mensinyalir, sumber
dari segala penderitaan (dukha) itu adalah apa yang disebut TANHA yaitu
nafsu keinginan manusia.
BAB V Akibat Dosa
Kejatuhan manusia ke dalam dosa
mempunyai implikasi yang luas sekali kepada diri manusia itu sendiri. Ada
beberapa aspek yang akan kita lihat berkenaan dengan akibat dari dosa yang dilakukan
oleh manusia.Dalam hubungannya dengan Allah Dampak yang paling utama berkaitan
dengan dosa yang dilakukan oleh manusia.
A.
Dalam
hubungannya dengan Allah.
Pertama, di mata Allah manusia sudah mati dan
akan menuju maut (Roma 3:23; Rm 6:23).
Kedua, manusia tidak layak untuk
menghadap Allah. Pengusiran Adam dan Hawa dari Taman Eden ke luar, merupakan
ungkapan geografis dari pemisahan spiritual manusia dari Allah, serta
ketidaklayakan untuk menghadap Dia dan menikmati keakraban dengan Dia (Kej
3:23). Malaikat dengan pedang yang bernyala-nyala yang menutupi jalan menuju
Eden melambangkan kebenaran mengerikan bahwa dalam dosanya, manusia menghadapi
pertentangan dan perlawanan dari Allah, yaitu murka Allah (Kej 3:24; Mat 3:7; I
Tes 1:10).
Ketiga, manusia tidak sanggup
lagi melakukan kehendak Allah. Meskipun Allah memanggil dan memerintahkan
manusia dan menawarkan kepada kita untuk jalan kehidupan, kebenaran dan
kebebasan, kita tidak sanggup lagi menjawab panggilan Allah itu sepenuhnya.
Manusia tidak bebas dan tidak sanggup untuk menyesuaikan diri dengan rencana
Allah karena telah menjadi budak dosa (Yohanes 8:34; Roma 7:21-23).
Keempat, manusia tidak benar di
mata Allah. Kegagalan untuk mematuhi hukum dan kehendak Allah membuat manusia
berada di bawah kutukan hukum, rasa bersalah dan penghukuman yang makin
bertambah bagi pelanggar hukum (Roma 5:12; Ulangan 27:26; Galatia 3:10).
Kelima, manusia tidak peka lagi
terhadap firman Allah. Allah berbicara baik melalui firman yang tertulis, yaitu
Taurat, Alkitab dan juga lisan melalui nabi-nabi-Nya kepada umat manusia. Akan
tetapi dosa telah membuat manusia menjadi bebal dan lebih memilih untuk tidak
mentaati firman Allah. Akhirnya manusia menjadi tidak mengenal Allah dan tidak
mengerti hal-hal mengenai Roh. Hal-hal ini membuat manusia menjadi angkuh dan
dalam lingkup keagamaan, keangkuhan ini diungkapkan sebagai pembenaran diri.
Manusia menentukan sendiri norma-norma bagi dirinya dan
membenarkan dirinya menurut norma-norma itu. Manusia mencari-cari alasan bagi
dosa dan merasa yakin di hadapan Allah karena prestasi-prestasi moral dan
religiusnya dengan berbagai macam agama dan kepercayaannya. Ada juga yang
kemudian menolak eksistensi Allah secara teori (ateisme). Namun itu semua
sesungguhnya hanya untuk bersembunyi dari Allah (seperti Adam dam Hawa di Eden)
dan untuk menghindari “keseraman” apabila harus berdiri di hadapan Allah dengan
kesalahannya terpampang di depan.
B.
Dalam
hubungannya dengan sesamanya
Terputusnya hubungan manusia dengan Allah langsung
mempengaruhi hubungan manusia dengan sesamanya. Adam menuduh Hawa dan
menyalahkannya sebagai penyebab dosa (Kej 3:12). Kisah kejatuhan manusia segera
diikuti dengan peristiwa pembunuhan Habel (Kej 4:1-6). Dosa membuat manusia
tidak lagi bisa saling mengasihi dengan tulus, yang ada adalah konflik,
perpecahan antar bangsa/suku, prasangka rasial, dan terbentuknya blok-blok
internasional yang saling bermusuhan.
Dosa membuat perpecahan, pemisahan dan pertikaian antara
manusia dan sesamanya baik di dalam kelonpok masyarakat, agama, sosial,
keluarga bahkan gereja. Dosa membuat manusia “mengeksploitasi” sesamanya.
Eksploitasi ini dapat dengan jelas kita lihat dalam hubungan antara pria dan
wanita. Sejarah mencatat kaum pria telah mendominasi wanita dengan
kekerasannya. Wanita digunakan bagi kepentingan egois pria, penolakan pria
memberikan persamaan hak dan martabat kepada wanita merupakan kenyataan yang
tidak dapat dipungkiri.
C.
Dalam
hubungannya dengan dirinya
Manusia kehilangan arah batin dan hidup dalam sejuta konflik
dalam dirinya (Lihat Rm 7:23). Pengaruh dosa nyata dalam penipuan diri sendiri.
Manusia tidak lagi mampu menilai dirinya dengan benar dan tepat. Dosa telah
membuat manusia tidak lagi mampu memandang dirinya sebagai ciptaan Allah yang
mulia (Mzm 8:6). Manusia menjadi malu dengan dirinya sendiri, batinnya
senantiasa bergejolak mencari arah kehidupan ini. Bahkan terkadang manusia
tidak dapat berdamai dengan dirinya sendiri.
D.
Dalam hubungannya dengan alam semesta
Manusia telah kehilangan keharmonisannya dengan alam ini.
Manusia yang seharusnya memelihara dan mengusahakan bumi bagi kemuliaan Tuhan
(Kej 2:15) malah mengeksploitasinya secara sembarangan sehingga mengakibatkan
kerusakan alam ini (hutan menjadi gundul, banjir dsb). Udara, air, dan tanah
menjadi kotor oleh polusi yang disebabkan keserakahan manusia.
E.
Dalam
hubungannya dengan waktu
Manusia yang jatuh ke dalam dosa, hidup dalam waktu yang
dibatasi karena dosa itu. Dosa membuat manusia kehilangan kekekalan (Kej 2:17;
3:19), hari-harinya menjadi terbatas (Mzm 90:9-10). Manusia harus menghadapi
kematian sebagai akhir hidupnya.
BAB VI Kesimpulan
Daftar Pustaka
Pdt. Stephen Tong . Dosa, Keadilan &
Penghakiman . LRRI . Jakarta .
Harun Hadiwijono . Iman Kristen . BPK Gunung Mulia
. Jakarta .
Louis Berkhoof . Teologi Sistematika . LRRI .
Jakarta .
Derek Prime . Tanya Jawab Tentang Iman Kristen .
OMF . Jakarta .
Paul Enns . Handbook Of Theology Literatur . SAAT
. Jakarta .
Prof. Dr. J. Verkuyl. Etika Kristen Jilid I Bagian
Umum. BPK Gunung Mulia. Jakarta .
Dr. Peter Wongso. Soteriologi (Doktrin
keselamatan). Seminari A .
Komentar
Posting Komentar